Mengenal Hama Ulat pada Tanaman Kembang Kol dan Cara Pengendaliannya
Mengenal Hama Ulat
pada Tanaman Kembang Kol
dan Cara
Pengendaliannya
(Afifatul Husna Al Adilah – 18/424365/PN/15405)
Kembang kol merupakan tumbuhan yang termasuk dalam kelompok botrytis dari jenis Brassica oleracea (suku Brassicaceae) (Faisol et al., 2017). Sebagai sayuran, tumbuhan ini lazim dikenal sebagai
kembang kol yang merupakan terjemahan harafiah dari bahasa Belanda bloemkool. Kembang kol berasal dari
kawasan Eropa, Mediteran, dan Asia Tengah. Kembang kol merupakan tanaman
dataran tinggi atau pegunungan, cocok tumbuh di daerah sejuk selama masa
pertumbuhannya, dan dapat ditemukan pada ketinggian lebih dari 600 m dibawah
permukaan laut. Kembang kol berbentuk mirip dengan brokoli. Perbedannya yaitu
pada warna, brokoli memiliki warna hijau sedangkan kembang kol berwarna putih
sampai putih kekuningan. Kembang kol memiliki kepala bunga yang banyak dan
teratur dan padat. Kembang kol (Brassica
oleracea var. botrytis L. subvar.
cauliflora CD) mempunyai bunga yang berwarna putih, daging bunganya padat,
tebal, yang tersusun dari rangkaian bunga kecil yang bertangkai pendek
diameternya mencapai 30 cm.
Kembang kol merupakan sumber vitamin dan mineral dan lazimnya dimakan
dengan dimasak terlebih dahulu, meskipun dapat pula dimakan mentah maupun
dijadikan acar. Walaupun sayuran cantik ini memiliki banyak khasiat bila
dikonsumsi, dianjurkan agar tidak berlebihan mengkonsumsinya, karena kembang
kol mengandung zat anti gizi (goetoregen), yaitu zat pembangkit kembung.
Kembang kol juga merupakan sumber penting protein (1,2 g), karbohidrat (4,97
g), tiamin (0,057 mg), riboflavin (0,063 mg), niasin (0,53 mg), magnesium (15
mg), kalsium (22 mg), zat besi (0,42 mg), zink (0,27 mg), vitamin B6, asam
folat (57 mcg), asam pantotenat (0,667 mg), dan kalium (299 mg) (Sunarti, 2015).
Sayur ini mengandung sedikit lemak jenuh, dan sangat sedikit kolesterol.
Tanaman Kembang Kol memiliki banyak manfaat sehingga tanaman ini digemari
masyarakat dan banyak dibudidayakan. Namun ternyata tanaman ini juga digemari
oleh hama perusak tanaman khususnya dari jenis hama pemakan daun, yang dampak
serangannya terbilang cukup parah. Akan tetapi, kehadiran hama tersebut bisa
ditangani baik secara biologis dengan menggunakan agensi hayati, maupun secara
kimiawi dengan pestisida.
1.
Ulat
Daun (Plutella xylostella)
Ulat ini memiliki ukuran relatif kecil berkisar 5-10 mm, berwarna hijau. Terkadang jika diganggu akan menjatuhkan diri dengan menggunakan benang (Hamdan, 2019).
Gejala Serangan
Menyerang daun muda, dan dewasa hingga daun berlubang dan bahkan abnormal. Selain itu, hama ini hanya menyisihkan bagian urat-urat daunnya saja.
Pengendalian
Penyemprotan dengan larutan insektisida berbahan aktif, seperti Abamectin, Alfa-sepermetrin, Asefat, Asetamiprid, Bacillus thuringiensis, Bensultap, dan sebagainya.
2.
Ulat
Tanah (Iagrotis ipsilon)
Ulat tanah memiliki ukuran 5-10 mm bahkan lebih, berwarna unggu kehitaman. Dalam bentuk larva berbentuk bulat kecil dan berwarna putih kekuningan (Hamdan, 2019).
Gejala Serangan
Ulat ini menyerang pada pangkal batang muda, menjadi tidak normal sehingga menyebabkan rapuh, rusak dan mengakibatkan tanaman mati.
Pengendalian
Penyemprotan dengan larutan Insektisida berbahan aktif, seperti Altacor 35 WG, Ampligo 150 ZC, Atabron 50 EC, Preva6thon 50 SC, Rampage 100 EC, Dyrsban 200 EC, Petroban 200 EC dan sebagainya.
3. Ulat Krop (Crocidolomia
binotalis)
Ulat yang baru menetas berwarna kelabu, kemudian berubah warna menjadi hijau muda dan terdapat tiga garis berwarna putih kekuningan dan dua harus disamping, kepala berwarna hitam. Umumnya ulat ini memiliki panjang sekitar 18 mm (Hamdan, 2019).
Gejala Serangan
Menyerang daun muda sampai habis sampai tidak tersisa, tanaman pun menjadi rusak dengan adanya kotoran yang masih menempel bekas ulat tersebut.
Pengendalian
Penyemprotan larutan Insektisida berbahan aktif, seperti Agrimec 18 EC, Amcomec 18 EC, Amect 18 EC, Calebtin 18 EC, Crespo 18 EC, Demolish 18 Ec, Dimec 18 EC, Isigo 18 EC, Matros 18 EC dan sebagainya
4.
Ulat
Jengal (Plusia chalcites)
Ulat
jengkal berwarna hijau muda dengan panjang mencapai 15-20 mm, dengan ciri
khusus berjalan menjengkal dari satu tempat ketempat lain (Hamdan, 2019).
Gejala Serangan
Ulat ini makan daun muda dan tua, sehingga daun berlubag-lubang. Serangan larva ulat ini menyebabkan daun terdapat bercak-bercak putihpada daun dan menyebabkan daun tinggal epidermis dan tulang daun.
Pengendalian
Penyemprotan dengan larutan Insektisida berbahan aktif, seperti Thuricide HP, Nugor 400 EC, Cyperin 250 EC, Cypermax 250/100, Sherpa 50 EC dan sebagainya.
Langkah Pencegahan Hama
1. Penanaman
Refugia
Salah satu cara pengendalian hama tanaman dengan memanfaatkan tanaman hias dikenal dengan sebutan Refugia. Penanaman refugia merupakan salah satu upaya konservasi musuh alami. Refugia merupakan suatu area yang ditumbuhi beberapa jenis tumbuhan yang dapat menyediakan tempat perlindungan, sumber pakan atau sumberdaya yang lain bagi musuh alami seperti predator dan parasitoid (Mahanani et al., 2020). Teknik Refugia lebih tergolong ekonomis dan juga tentu lebih ramah lingkungan dan kesehatan, karena dengan menggunakan teknik ini kita tidak menggunakan bahanbahan kimia yang justru merugikan kesehatan.
2. Melakukan
Rotasi Tanaman
Rotasi tanam atau gilir tanam adalah salah satu
sistem budidaya tanaman dengan cara menggilir atau menanam lebih dari
satu jenis tanaman yang berbeda dalam waktu yang tidak bersamaan. Rotasi
tanam tersebut sudah lama dikenal di dunia pertanian, bahkan hingga sekarang
pun sering dijadikan rekomendasi untuk beberapa jenis budidaya tanaman.
Rotasi tanaman mampu mengurangi intensitas serangan hama dan penyakit. Tentu saja, melalui metode ini beberapa jenis hama dan penyakit mampu ditangkal apabila melakukan rotasi tanaman dengan jenis ataupun famili yang berbeda. Setiap famili tanaman umumnya memiliki jenis hama dan penyakit yang hampir sama, misalkan tanaman tomat memiliki jenis hama dan penyakit yang hampir sama dengan cabe dan terung. Melalui rotasi tanaman dengan famili lain, maka siklus hama dan penyakit yang menyerang pada periode sebelumnya akan terputus, misalkan penyakit antraknosa pada cabe tidak akan menyerang tanaman jagung.
Faisol, Rizki Eka Fitriani., Medha Baskara., Y.B. Suwasono Heddy. 2017. Peningkatan produktivitas tanaman kubis bunga (Brassica Olraceae Var Botrytis L.) melalui penambahan dan waktu pemberian urin sapi fermentasi. Jurnal Produksi Tanaman, 5(8) : 1375-1380.
Hamdan. 2019. Cybex. Pertanian.go.id. Diakses pada tanggal 1 November 2020.
Mahanani, Amelia
Paramitha., Riski Ramazyandi., dan Jajang Suryana. 2020. Pengenalan sistem
refugia pada lahan pertanian di Desa Jalaksana, Kabupaten Kuningan. Jurnal Pusat Inovasi Masyarakat, 2(4) :
591-596.
Sunarti. 2015.
Pengamatan hama dan penyakit penting tanaman kubis bunga (Brassica oleracea var. Botritys L.) dataran rendah. Jurnal Agroqua, 13(2) : 74-80.
Komentar
Posting Komentar