Mengapa Akar Tanaman Kembang Kol di Lahan Mbah Saminem Membengkak?
Mengapa
Akar Tanaman Kembang Kol di Lahan Mbah Saminem Membengkak?
Oleh : Afifatul Husna Al
Adilah-18/424365/PN/15405
Pada hari Selasa, 30 September 2020 saya melakukan
wawancara dengan seorang petani wanita di Dusun Ngampel, Desa Sengi, Kecamatan
Dukun, Kabupaten Magelang. Wawancara ini saya lakukan dengan tujuan untuk
mengetahui problematika kesuburan tanah di sekitar tempat tinggal saya.
Narasumber pada wawancara kali ini adalah seorang petani wanita bernama Mbah
Saminem (65 Tahun). Wawancara ini dilakukan di lahan milik Mbah Saminem yang saat
ini tengah ditanami komoditas sayur-sayuran yaitu kembang kol yang tengah panen
dan cabe yang masih berusia 2 bulan.Tanaman kembang kol merupakan tanaman
favorit yang selalu Mbah Saminem tanam tiap tahun. Akan tetapi Mbah Saminem
sering mengalami kesulitan ketika tanaman kembang kolnya terserang penyakit.
Salah satu penyakit yang menyerang tanaman kembang kol milik Mbah Saminem
adalah akar gada. Mbah Saminem mengakui begitu kesulitan menghadapi penyakit
akar gada ini. Pasalnya penyakit ini akan terus menyerang tanaman kembang
kolnya di lahan yang sama walaupun ketika terserang akar gada Mbah Saminem
segera mencabut tanaman yang terserang penyakit tersebut. Mbah Saminem merasa
ada hal yang bermasalah di dalam tanah yang menyebabkan penyakit itu terus ada,
akan tetapi beliau kurang memahami apa yang bermasalah di dalam tanahnya. Hal
ini menarik karena sumber penyakit tanaman terdapat di dalam tanah. Oleh karena
itu, saya akan membahas mengenai penyakit akar gada.
Brassica oleracea var. botritys L.
Kubis bunga atau sering juga disebut
sebagai kembang kol (Brassica oleracea
var. botritys L.) merupakan tanaman sayuran famili Brassicaceae jenis kol
dengan bunga putih, berupa tumbuhan berbatang lunak yang berasal dari Eropa sub
tropik. (Cahyono, 2001). Kubis
bunga banyak di budidayakan di daerah dataran tinggi, namun beberapa kultivar
dapat membentuk bunga didaerah dataran rendah khatulistiwa. Brassica oleracea varietas botritys
terdiri atas dua subvarietas yaitu cauliflora DC dengan bunga berwarna putih
yang dikenal dengan kubis bunga dan cymosa Lamn dengan bunga berwarna hijau yang dikenal dengan Brokoli
(Rukmana, 1994).
Kubis bunga (botrytis) merupakan jenis sayuran yang memiliki banyak manfaat
bangi kesehatan, seperti mengatasi gangguan pencernaan, mencegah efek radiasi
ultraviolet, diabetes, radang usus, degenerasi makula, obesitas dan hipertensi. Kubis bunga juga menyediakan mineral
penting seperti kalsium, magnesium, fosfor, kalium dan mangan tanpa kolesterol
berbahaya. Merupakan sumber protein, dan dengan jumlah lemak jenuh yang sangat
rendah, daripada lemak lemak tak jenuh dan asam omega-3 lemak esensial yang
bermanfaat. Kandunga serat dan gula alami kubis bunga lebih rendah jika
dibandingkan dengan brokoli. (Rukmana, 1994)
Banyaknya manfaat dari kubis bunga
menjadikan tanaman ini digemari masyarakat dan banyak dibudidayakan. Namun
demikian selalu saja ada kendala serangan hama maupun penyakit yang menjadikan
petani merugi dalam budidaya. Munculnya serangan hama dan penyakit pada
tanaman, oleh petani seringkali dikaitkan dengan dosis pupuk yang diberikan
(terlalu sedikit atau terlalu banyak) selain juga disebabkan oleh faktor cuaca. Salah satu penyakit tanaman yang menyerang tanaman
kembang kol yang dibudidayakan oleh Mbah Saminem adalah akar gada, sedangkan
hama yang menyerang adalah ulat.
PENYAKIT AKAR GADA
Plasmodiophora brassicae WOR
Plasmodiophora
brassicae Wor merupakan patogen tular tanah yang sangat
penting dan dapat menyebabkan penyakit akar gada pada tanaman kubis-kubisan. Penyakit
ini juga sering disebut penyakit akar pekuk atau penyakit akar bengkak. Menurut
Agrios (1975)
mengklasifikasikan patogen tersebut ke dalam kingdom Protozoa, filum
Plasmodiophoromycota, kelas Plasmodiophoromycetes, ordo Plasmodiophorales,
famili Plasmodiophoraceae, genus Pasmodiophora,
dan spesies Plasmodiophora brassicae
Wor. Penyakit akar gada disebabkan oleh P.
brassicae. yang merupakan patogen tular tanah.
Cendawan patogen ini merupakan parasit
obligat menjelaskan bahwa kelebihan dari cendawan ini adalah dapat membentuk
spora tahan yang berbentuk bulat, hialin, dan garis tengahnya dapat mencapai 4
µm. Spora tahan ini dapat berkecambah dalam medium yang sesuai, membengkak
sampai ukuran beberapa kali dari ukuran semula, dan menjadi satu spora kembara
(zoospora) yang muncul melalui satu
celah pada dinding sel. Spora tahan akan terbebas dari akar sakit jika akar ini
terurai oleh jasad-jasad sekunder. Spora ini dapat segera tumbuh tetapi dapat
juga bertahan sangat lama di dalam tanah selama 10 tahun atau lebih meskipun
tidak terdapat tumbuhan inang di sekitar tanah terinfestasi. Kerusakan yang
diakibatkan oleh Plasmodiophora Brassicae
Wor selain dapat menyebabkan bengkak pada akar, yang dapat mengganggu fungsi
akar seperti translokasi zat hara dan air mineral dari dalam tanah ke daun,
namun dapat juga menyebabkan tanaman layu, kerdil, kering, dan akhirnya mati
(Cicu 2006). Sunarti
(2015)
melaporkan bahwa kerugian tahunan yang diakibatkan Plasmodiophora Brassicae Wor
di seluruh dunia dapat mencapai 10-15%.
Penyebaran Penyakit
Patogen dapat terpencar di alam melalui
tanah dengan berbagai cara atau perantara, misalnya perlengkapan usaha tani,
bibit pada saat pemindahan ke lapangan, hasil panen, air permukaan, angin dan
melalui pupuk kandang (Suada et al., 2019). Patogen juga dapat ditularkan oleh biji
melalui kontaminasi permukaan biji dengan tanah yang terinfeksi. Selain itu
sejumlah tanaman cruciferae liar dan beberapa tanaman inang lain yang rentan
terhadap penyakit akar gada dapat menjadi tempat bertahan hidup patogen pada
saat tanaman budi daya tidak ada (Karling 1968).
Pengendalian
a. Kultur
Teknis
-
Pengapuran
Efektifitas
pengapuran tanah dipengaruhi oleh distribusi atau redistribusi kapur dalam
tanah, tetapi peranan kapur dalam menekan penyakit belum diketahui secara
pasti. Namun demikian peningkatan pH tanah setelah aplikasi kapur diduga dapat
mengontrol patogen. Menurut Agrios (1997), serangan penyakit akar gada paling
parah terjadi pada pH tanah 5,70. Perkembangan penyakit akan menurun pada pH
tanah 5,70−6,20 dan tertekan pada pH 7,80. Selanjutnya ditekankan pentingnya
memerhatikan faktor-faktor yang berhubungan dengan distribusi kapur, termasuk
persiapan tanah, kelembapan tanah, tekstur tanah, interval inkubasi antara
aplikasi kapur dan penanaman, serta jenis pupuk yang digunakan.
-
Rotasi Tanaman
Rotasi
tanaman dengan tanaman selain famili Brassicaceae memerlukan waktu lama karena
spora rehat patogen dapat bertahan hidup di dalam tanah hingga 17 tahun
(Wallenhammar 1996). Wallenhammar (1996) menyimpulkan bahwa penanaman
cruciferae setiap 4 tahun tidak cukup untuk mengendalikan penyakit. Rotasi
dengan tanaman rape (oilseed rape)
setiap 6–8 tahun dapat mencegah serangan yang berat. Namun demikian, efek
rotasi tanaman dengan mudah dapat tereliminasi jika tanah di sekitarnya
terinfeksi patogen dan terangkut ke lahan perlakuan rotasi melalui alat-alat
pertanian, kaki atau sepatu pekerja. Selain itu keberadaan gulma cruciferae
dapat menstimulasi kelangsungan hidup patogen. Oleh karena itu pengendalian
gulma harus dilakukan.
-
Perbaikan Drainase
Perbaikan
drainase tanah dapat mengurangi kehilangan hasil, tetapi cara tersebut kurang
efektif khususnya selama periode curah hujan tinggi (Rowe dan Farley 1979).
Pengendalian dengan cara perendaman lahan hanya dapat dilakukan pada lahan
sawah (Djatnika 1989).
b. Pengendalian
Kimiawi
Fumigasi tanah
dengan metil bromida dapat mematikan P.
brassicae, tetapi cara ini tidak dianjurkan di lapangan karena berbahaya
dan mahal. Pengendalian dengan fungisida tidak selalu menunjukkan hasil yang
memuaskan. Pencelupan akar bibit dalam cairan fungisida yang mengandung
pentachloro-nitrobenzene (PCNB) atau derivat benzimidazole dapat mengurangi
intensitas penyakit akar gada dalam beberapa kasus saja (Reyes et al., 1974), tetapi tidak efektif jika
digunakan pada tanah yang mengandung banyak pupuk kandang (Rowe dan Farley
1979). Hal ini disebabkan fungisida yang diaplikasikan tidak dapat mencapai
tanah yang mengandung patogen karena terhalang oleh pupuk kandang, atau dengan
kata lain sebagian fungisida yang diaplikasikan hanya menempel pada pupuk kandang.
c. Pengendalian
Hayati
Pengendalian
hayati patogen tular tanah dapat dilakukan dengan menggunakan mikroba antagonis. Pengendalian hayati dengan
mikroba tanah Mortierella sp. yang
dikombinasikan kapur setara 2 t CaO/ha pada percobaan semilapangan dapat
menekan persentase dan intensitas serangan penyakir akar gada serta
meningkatkan bobot daun kubis, sedangkan peranan Gliocladium sp. dan Chaetomium
sp. tidak tampak (Cicu, 2006).
Daftar Pustaka
Agrios,
G.N. 1997. Plant Pathology. 4th ed.
Academic Press, San Diego, California, London.
Cahyono
Bambang, 2001. Teknik Budi Daya Kubis
Bunga dan Analisis Usaha Tani. Kanisius, Yogyakarta.
Cicu, 2006. Penyakit akar gada (Plasmodiophora brassicae WOR.) pada kubis-kubisan dan upaya
pengendaliannya. Jurnal Litbang Pertanian,
25(1) : 16-21.
Djatnika,
I. 1990. Pengaruh kapur, Haplosporangium sp.,
ekstrak bawang putih dan mulsa terhadap patogenesitas Plasmodiophora brassicae Wor. pada caisin (Brassica campestris sp. chinensis
(Rupr) Olls.). Buletin Penelitian
Hortikultura 20(1): 81−89.
Karling,
J.S. 1968. The Plasmodiophorales. 2nd ed.
Hafner Publishing Co., New York and London.
Reyes,
A.A., T.R. Devidson, and C.F. Marks. 1974. Races, pathogenicity and chemical
control of Plasmodiophora brassicae in Ontario. Phytopathology, 64:
173−177.
Rowe,
R.C. and J.D. Farley. 1979. Evaluation of soil applied fungicides to control clubroot
of radish on “muck” soil. Fungic, Nematic Tests. Ann. Phytopathol. Soc, 34:
161.
Rukmana
R, 1994. Budi Daya Kubis Bunga dan
Broccili. Kanisius, Yogyakarta.
Suada, I Ketut., Anak Agung Ngurah Gede S., I Kadek
Ngestika P., Nataliya Shchegolkova. 2019. Aplication of Trichiderma spp. and lignohumate to suppress a pathogen of clubroot
(Plasmodiophora brassicae WOR.) and
promote plant growth of cabbage. International
Journal of Biosciences and Biotchnology, 6(2) : 79-94.
Sunarti. 2015. Pengamatan hama dan penyakit penting
tanaman kubis bunga (Brassica oleracea
var. Botritys L.) dataran rendah.
Jurnal Agroqua, 13(2) : 74-80.
Wallenhammar,
A.C. 1996. Prevalence of Plasmodiophora brassicae in a spring oilseed rape
growing area in control Sweden and factors influencing soil infestation levels.
Plant Pathol, 45: 710−719.
Komentar
Posting Komentar